Pemikiran Tan Malaka Tentang Materialisme Dialektika Logika

Penulis Toto Gutomo, pada 11 Sep 2011




A.    Data Buku
Judul Buku         :    Madilog (Materialisme Dialektika Logika)
Penulis                :    Tan Malaka
Penerbit              :    LPPM Tan Malak
Tahun                 :    2008 (Cetakan Kedua, Maret 2008)
Jumlah Halaman :    xxiv + 526

B.     Seputar Penulis
Nama                              : Ibrahim bin Rasad gelar Datuk Tan Malaka
Tempat Tanggal Lahir    : Suliki, 1897
Pendidikan                     : -     SR di Suliki dan Tanjung Ampalu
-          Kweekschool di Bukit Tinggi
-          Rijkskeekschool (Sekolah Guru) di Negeri Belanda
Pekerjaan                        : -     Guru Sekolah Anak Kuli Kontrak di Perkebunan Deli 1919 – 1920
-          Pendiri dan guru sekolah SR di Semarang Pekalongan, Bandung dan Yogyakarta
-          Pegawai Firma (Perusahaan import) Jerman di Singapur
-          Memberi kursus Bahasa Inggris dan Jerman pada School Foreign Languages tahun 1936 di Amoy
-          Guru bahasa Inggris dan Matematika pada Nanyang Chinese Normal Scool di Singapura 1936 sampai Jepang masuk
-          Wartawan berbagai Surat Kabar
-          Pimpinan dan redaktur majalah The Dawn (Fajar) yang terbit di Canton tahun 1924
-          Kepala bagian gudang dan kemudian jadi kepala urusan romusa pada perusahaan Bayah Kozan di Banten
                                         Catatan : poin 3 – 8 menggunakan nama samara

Organisasi                      : -     Anggota Serikat Islam Cabang Semarang tahun 1921 – 1922
-          Wakil ketua sarikat buruh perilkan tahun 1921 – 1922
-          Ketua PKI tahun 1921 – 1922 mengganti Semaun yang pergi keluar negeri menghadiri konferensi buruh Asia
-          Ketua seksi komintern di Asia Timur dan Selatan
-          Pendiri dan Ketua PARI (Partai Republik Indonesia) yang didirikan di Bangkok 2 Juni 1927 bersama Subakat, Jamaludin Tamim
-          Pendiri dan ketua “Persatan Perjuangan” yang beranggotakan 141 Orsospol dan Laskar bersenjata 3 Januari 1946 untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan
-          Penganjur pendirinya partai Murba 7 November 1948
-          Pimpinan GPP (gerilya pembela proklamasi), Desember 1948 – hilang 19 pebruari 1949
                                        
C.    Pola Pemikiran Tan Malaka
Disini penulis menjadi penggagas pemikiran revolusioner dengan melihat kondisi rakyat yang sangat terpuruk yang dimana bahaya kelaparan yang sudah mulai melanda. Dibawah ancaman dari mata-mata Jepang (=polisi) Madilog ini ditulis dalam kurun waktu 8 bulan, naskah-naskahnya dibawah kesana-kemari untuk diperjuangkan agar tidak hilang atau disita pihak Jepang.
Buku ini mendapat antusias dari bawah aktivis, bahkan merupakan konsumsi (permintaan) dari banyak aktivis. Berdasarkan yang dibawakan penulis maka Madilog (Materialisme Dialektika Logika) tidak bisa dimasukan dalam filsafat meski sangat erat sekali hubungannya dengan filsafat, Madilog lebih menekankan kepada hasil pemikiran ilmu bukti dan sebagai landasan dalam berpikir itu sendiri.
Madilog (Materialisme Dialektika Logika) sebagai “pembawa” pola pikir serta perilaku para pembacanya agar berpikir ilmiah dan konkrit dan segala sesuatunya secara menyeluruh disesuaikan dengan kondisi Indonesia pada zamannya (1945-1949). Penulis sendiri tidak pernah menggunakan pendapat dari ahli luar sebagai landasan atau rujukan wajibnya, namun ia menggunakannya hanya sebatas sebagai pembanding karena menurutnya pendapat-pendapat tersebut tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Buku ini diproduksi oleh Pahlawan Nasional Tan Malaka yang sangat mendapat perhatian karena perjuangan terhadap kemerdekaan Indonesia serta bukunya ini yang memotivasi dan menyadarkan pembacanya untuk terus berpikir ilmiah dan memperjuangkan Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai pengantar dirasa sangat wajib, sebagai bahasa pemersatu. Namun masih ditemukan bahasa Melayu Lama, karena menurut editor bahasa ini memang dipertahankan untuk menjaga keasliannya dan menghindari kesalahan interpretasi, sebagai gantinya editor menggunakan catatan kaki untuk menjelaskan kata-kata yang menggunakan bahasa Melayu Lama ini dengan harapan mampu menjelaskan ke dalam bahasa yang lebih familiar dengan pembaca.
Pengertian Madilog adalah sebuah pemikiran dari Tan Malaka, dari tiga kata yang disingkat ini tidak bisa dipisahkan dan diartikan terpisah, karena semua dianggap sebagai satu kesatuan dan memiliki arti yang utuh dalam satu kata baru yang dikenalkan oleh Tan Malaka, Madilog didesain oleh Tan Malaka agar rakyat Indonesia berpikir secara ilmiah, dengan jalan dan cara yang sesuai dengan akar-akar dan urat-urat kebudayaan sendiri, sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Meski sebagai landasan berpikir, Madilog sendiri tidak mampu masuk keranah kerohanian, kepercayaan, hingga agama, karena semuanya berlandaskan kepercayaan dan tiap individu berhak memilih dan mempercayai / mengimani dari apa yang dirasa benar, bukan hasil provokasi sebuah landasan pemikiran dan memang tidak sesuai dengan HAM dan Pancasila jika ada unsur pemaksaan dalam urusan kepercayaan.
Dalam BAB yang membahas secara spesifik tentang Madilog (BAB VIII), Tan Malak memandangnya sebagai bukan bagian dari hasil pemikirannya (pemikiran murni) karena Materialisme, Dialektika, dan Logika sudah ada sejak lama dan dipelajarinya dari Barat dengan tujuan merubah pandangan-pandangan Timur (kepercayaan terhadap Mistika, Kegaiban) menurut kepada alam realistis, karena menurutnya tidak ada batasan dari ilmu pemikiran.

D.    Pendapat Pribadi
Madilog sebagai sebuah karya besar sang penulis, Tan Malaka yang mempunyai nama asli Ibrahim bin Rasad mencoba membawa perubahan pola pikir serta memberikan salah satu pilihan yakni berpikir dengan ilmiah dan mendasar pada ilmu bukti (pemikiran ilmiah). Bisa dikatakan kekurangan atau kelebihan buku ini terletak pada penulis yang menulisnya dalam kondisi terpenjara, terisolir, kemiskinan dan tekanan yang besar. Dengan pengalaman yang luas dan mempelajari berbagai ilmu sudah barang tentu pemikiran yang ditaungkannya dirasa “pas” bahkan memang dirancang khusus sebaik mungkin agar sesuai dengan kondisi Indonesia.
Kami selaku penulis dari resensi ini merasa janggal dengan pernyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak ada batasnya, namun dengan segala kerendahan dan memandang posisi manusia sebagai makhluk tuhan maka sudah barang tentu tidak semua jawaban dapat dihadirkan dalam setiap pertanyaan yang tercetak dari akal manusia, namun tidak menjadikan berputus asa karenanya. Intinya selalu berusaha berpikir dan berusaha yang terbaik (merencanakan) namun ada pula kekuatan sebagai “pengambil keputusan”. Mungkin pada kasus ini penulis (Tan Malaka) mencoba menghadirkan sebuah konsep yang sekarang akrab disebut sebagai “Teori” sebagai jawabn dari pertanyaan-pertanyaan yang pelik yang tak ada unjung pangkalnya, bahkan jawabannya saling berbeda.



0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)

Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V