A. Data Buku
Judul Buku : Madilog (Materialisme Dialektika
Logika)
Penulis : Tan Malaka
Penerbit : LPPM Tan Malak
Tahun : 2008 (Cetakan
Kedua, Maret 2008)
Jumlah
Halaman : xxiv + 526
B.
Seputar Penulis
Nama :
Ibrahim bin Rasad gelar Datuk Tan Malaka
Tempat Tanggal Lahir : Suliki,
1897
Pendidikan :
- SR di Suliki dan Tanjung Ampalu
-
Kweekschool
di Bukit Tinggi
-
Rijkskeekschool
(Sekolah Guru) di Negeri Belanda
Pekerjaan : - Guru
Sekolah Anak Kuli Kontrak di Perkebunan Deli 1919 – 1920
-
Pendiri
dan guru sekolah SR di Semarang Pekalongan, Bandung dan Yogyakarta
-
Pegawai
Firma (Perusahaan import) Jerman di Singapur
-
Memberi
kursus Bahasa Inggris dan Jerman pada School Foreign Languages tahun 1936 di
Amoy
-
Guru
bahasa Inggris dan Matematika pada Nanyang Chinese Normal Scool di Singapura
1936 sampai Jepang masuk
-
Wartawan
berbagai Surat Kabar
-
Pimpinan
dan redaktur majalah The Dawn (Fajar) yang terbit di Canton tahun 1924
-
Kepala
bagian gudang dan kemudian jadi kepala urusan romusa pada perusahaan Bayah
Kozan di Banten
Catatan
: poin 3 – 8 menggunakan nama samara
Organisasi : - Anggota
Serikat Islam Cabang Semarang tahun 1921 – 1922
-
Wakil
ketua sarikat buruh perilkan tahun 1921 – 1922
-
Ketua
PKI tahun 1921 – 1922 mengganti Semaun yang pergi keluar negeri menghadiri
konferensi buruh Asia
-
Ketua
seksi komintern di Asia Timur dan Selatan
-
Pendiri
dan Ketua PARI (Partai Republik Indonesia) yang didirikan di Bangkok 2 Juni
1927 bersama Subakat, Jamaludin Tamim
-
Pendiri
dan ketua “Persatan Perjuangan” yang beranggotakan 141 Orsospol dan Laskar
bersenjata 3 Januari 1946 untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan
-
Penganjur
pendirinya partai Murba 7 November 1948
-
Pimpinan
GPP (gerilya pembela proklamasi), Desember 1948 – hilang 19 pebruari 1949
C.
Pola Pemikiran Tan Malaka
Disini penulis menjadi penggagas pemikiran revolusioner dengan melihat
kondisi rakyat yang sangat terpuruk yang dimana bahaya kelaparan yang sudah
mulai melanda. Dibawah ancaman dari mata-mata Jepang (=polisi) Madilog ini
ditulis dalam kurun waktu 8 bulan, naskah-naskahnya dibawah kesana-kemari untuk
diperjuangkan agar tidak hilang atau disita pihak Jepang.
Buku ini mendapat antusias dari bawah aktivis, bahkan merupakan konsumsi
(permintaan) dari banyak aktivis. Berdasarkan yang dibawakan penulis maka
Madilog (Materialisme Dialektika Logika) tidak bisa dimasukan dalam filsafat
meski sangat erat sekali hubungannya dengan filsafat, Madilog lebih menekankan
kepada hasil pemikiran ilmu bukti dan sebagai landasan dalam berpikir itu
sendiri.
Madilog (Materialisme Dialektika Logika) sebagai “pembawa” pola pikir
serta perilaku para pembacanya agar berpikir ilmiah dan konkrit dan segala
sesuatunya secara menyeluruh disesuaikan dengan kondisi Indonesia pada zamannya
(1945-1949). Penulis sendiri tidak pernah menggunakan pendapat dari ahli luar
sebagai landasan atau rujukan wajibnya, namun ia menggunakannya hanya sebatas
sebagai pembanding karena menurutnya pendapat-pendapat tersebut tidak sesuai
dengan kondisi di Indonesia.
Buku ini diproduksi oleh Pahlawan Nasional Tan Malaka yang sangat
mendapat perhatian karena perjuangan terhadap kemerdekaan Indonesia serta
bukunya ini yang memotivasi dan menyadarkan pembacanya untuk terus berpikir
ilmiah dan memperjuangkan Indonesia.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai pengantar dirasa sangat wajib, sebagai
bahasa pemersatu. Namun masih ditemukan bahasa Melayu Lama, karena menurut
editor bahasa ini memang dipertahankan untuk menjaga keasliannya dan
menghindari kesalahan interpretasi, sebagai gantinya editor menggunakan catatan
kaki untuk menjelaskan kata-kata yang menggunakan bahasa Melayu Lama ini dengan
harapan mampu menjelaskan ke dalam bahasa yang lebih familiar dengan pembaca.
Pengertian Madilog adalah sebuah pemikiran dari Tan Malaka, dari tiga
kata yang disingkat ini tidak bisa dipisahkan dan diartikan terpisah, karena
semua dianggap sebagai satu kesatuan dan memiliki arti yang utuh dalam satu
kata baru yang dikenalkan oleh Tan Malaka, Madilog didesain oleh Tan Malaka
agar rakyat Indonesia berpikir secara ilmiah, dengan jalan dan cara yang sesuai
dengan akar-akar dan urat-urat kebudayaan sendiri, sebagai bagian dari
kebudayaan dunia. Meski sebagai landasan berpikir, Madilog sendiri tidak mampu
masuk keranah kerohanian, kepercayaan, hingga agama, karena semuanya
berlandaskan kepercayaan dan tiap individu berhak memilih dan mempercayai /
mengimani dari apa yang dirasa benar, bukan hasil provokasi sebuah landasan
pemikiran dan memang tidak sesuai dengan HAM dan Pancasila jika ada unsur
pemaksaan dalam urusan kepercayaan.
Dalam BAB yang membahas secara spesifik tentang Madilog (BAB VIII), Tan
Malak memandangnya sebagai bukan bagian dari hasil pemikirannya (pemikiran
murni) karena Materialisme, Dialektika, dan Logika sudah ada sejak lama dan
dipelajarinya dari Barat dengan tujuan merubah pandangan-pandangan Timur
(kepercayaan terhadap Mistika, Kegaiban) menurut kepada alam realistis, karena menurutnya
tidak ada batasan dari ilmu pemikiran.
D.
Pendapat Pribadi
Madilog sebagai sebuah karya besar sang penulis, Tan Malaka yang
mempunyai nama asli Ibrahim bin Rasad mencoba membawa perubahan pola pikir
serta memberikan salah satu pilihan yakni berpikir dengan ilmiah dan mendasar
pada ilmu bukti (pemikiran ilmiah). Bisa dikatakan kekurangan atau kelebihan
buku ini terletak pada penulis yang menulisnya dalam kondisi terpenjara,
terisolir, kemiskinan dan tekanan yang besar. Dengan pengalaman yang luas dan
mempelajari berbagai ilmu sudah barang tentu pemikiran yang ditaungkannya
dirasa “pas” bahkan memang dirancang khusus sebaik mungkin agar sesuai dengan
kondisi Indonesia.
Kami selaku penulis dari resensi ini merasa janggal dengan pernyataan
bahwa ilmu pengetahuan tidak ada batasnya, namun dengan segala kerendahan dan
memandang posisi manusia sebagai makhluk tuhan maka sudah barang tentu tidak
semua jawaban dapat dihadirkan dalam setiap pertanyaan yang tercetak dari akal
manusia, namun tidak menjadikan berputus asa karenanya. Intinya selalu berusaha
berpikir dan berusaha yang terbaik (merencanakan) namun ada pula kekuatan
sebagai “pengambil keputusan”. Mungkin pada kasus ini penulis (Tan Malaka)
mencoba menghadirkan sebuah konsep yang sekarang akrab disebut sebagai “Teori”
sebagai jawabn dari pertanyaan-pertanyaan yang pelik yang tak ada unjung
pangkalnya, bahkan jawabannya saling berbeda.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V