Langkah pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan negeri ini penuh dengan rancangan banyak sarana atau instrumen yang sedang digalakkan. Guru sebagai pendidik adalah salah satu faktor utama dalam peningkatan mutu pendidikan, kualitas dari guru akan berdampak pada peserta didik, guru yang berkualitas akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas pula. Guru yang berkualitas disini adalah guru yang professional, guru sebagai profesi dan guru sebagai pendidik yang profesional.
Berpegang pada Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi akademik kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 Tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan maka sertifikasi guru diprogramkan pemerintah.
Sertifikasi guru sendiri memiliki tujuan nyata, yakni menentukan kelayakan guru dengan pemberian sertifikat, meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan guru. Namun, dalam kenyataannya yang terlihat jelas tujuan dari sertifikasi yang ingin dicapai para guru adalah mendapatkan bukti formal profesionalitas dan meningkatkan kesejahteraan guru. Hal ini terlihat dalam perbandingan antara guru sebelum dan sesudah melaksanakan sertifikasi serta dalam proses sertifikasi itu sendiri. Tidak banyak perubahan kompeten pada seorang guru yang telah memiliki sertifikat, masih menggunakan metode pembelajaran yang sama, konsep yang sama, serta tidak “mengajak” IT dalam proses pembelajarannya. Seharusnya seorang guru yang telah diakui profesionalitasnya akan menggunakan metode yang variatif, unik dan efisien yang mampu mendorong peserta didik untuk lebih termotivasi dalam proses pembelajaran, juga menerapkan pembelajaran yang lebih maju dengan menggunakan IT, disaat peserta didik melihat menggunakan internet setiap hari tidak sedikit guru yang gaptek padahal mereka telah diakui profesionalitasnya.
Tidak terlepas dari proses sertifikasi yang dilaksanakan guru, tidak sedikit terjadi kecurangan, pemalsuan dokumen atau bukan hasil dari diri sendiri (keaslian), misal pembuatan Penelitian Tindakan Kelas yang tidak bertanggung jawab / hanya asal-asalan. Kalau proses berlangsung seperti ini, profesionalitas guru tidak akan terlaksana dengan baik. Pengawasan dalam proses sertifikasi harus lebih detail agar proses sertifikasi berjalan dengan lebih baik, terlebih dengan moral dan kejujuran pada peserta sertifikasi itu sendiri (guru). Hanya ada segelintir guru yang mewujudkan tujuan sertifikasi sebagai sebuah sarana untuk meningkatkan kemampuan profesionalitas, menjadi guru yang kompeten dan meningkatkan mutu pendidikan melalui sarana sertifikasi ini. Padahal jelas dalam UUGD pasal 11 ayat 1 : sertifikasi pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Apa dengan dokumen palsu ini layak mendapatkan sertifikat? Peningkatan kualitas pendidikan pun rasanya cuma harapan. Padahal ada pepatah guru kencing berdiri murid kencing berlari, guru harus menjadi panutan yang baik bagi peserta didiknya, karena mereka adalah orang yang akan dicontoh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V