A. Pengertian Helenisme
Mempelajari filsafat
Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. dimana banyak sekali bermunculan
tokoh-tokoh pemikir sekaligus filsuf yang lahir dalam “Dunia Yunani”, baik yang
terkenal hingga mereka yang kurang terkenal dalam pemikirannya. Filsuf yang
terkenal kebanyakan dari mereka adalah ang menuliskan pemikirannya, sebut saja
Aristoteles dengan tulisan-tulisannya. Meski adapula Filsuf yang tidak menulis
sebarispun seperti Thales, Phytagoras, dan Sokrates. (Bertens, 1993)
Zaman sesudah
Aristoteles memang zaman yang berbeda sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman
ini adalah zaman yang baru, yang dimulai dengan pemerintahan Aleksander Agung,
dan disebut zaman Helenisme. Helenisme berasal dari kata Hellenizein (= berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani)
sebagai roh dan kebudayaan Yunani sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan
ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar lautan tengah,
mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusasteraan, agama, dan keadaan
bangsa-bangsa itu.
Istilah
Helenistik (berasal dari kata Ἕλλην Héllēn, istilah yang dipakai secara
tradisional oleh orang Yunani sendiri untuk menyebutkan nama etnik mereka)
mula-mula dipakai oleh ahli sejarah Jerman, Johann Gustav Droysen merujuk pada
penyebaran peradaban Yunani pada bangsa bukan Yunani yang ditaklukkan oleh
Aleksander Agung. Menurut Droysen, peradaban Helenistik adalah fusi/gabungan
dari peradaban Yunani dengan peradaban Timur Dekat. Pusat kebudayaan utama
berkembang dari daratan Yunani ke Pergamon, Rhodes, Antioch dan
Aleksandria/Iskandariyah.
Helenis jika
diartikan sebagai “kebudayaan Yunani” yang membaur dengan kebudayaan lain atau
dengan sengaja ditanamkan ke dalam sebuah kebudayaan daerah taklukan maka dapat
dikatakan Helenis sudah berkembang lebih dari empat abad sebelum Aleksander
atau sekitar abd 8SM, namun jika diterjemahkan secara khas maka Helenisme dapat
dipersempit cakupannya terbatas hanya pada masa Aleksander dan
kebijakan-kebijakan pemerintahannya dan segala yang berkaitan dengan kebudayaan
dan filsafat dimasanya.
B. Latar Belakang Historis
Pemerintahan
Aleksander merupakan pemerintahan yang kuat dan memiliki banyak daerah taklukan.
Dalam waktu sepuluh tahun sejak 334 hingga 324SM ia menaklukkan Asia Kecil,
Siria, Mesir, Babilonia, Persia, Samarkand, Bactria, dan Punjab, dimana pada
setiap daerah taklukan ia selalu
mendirikan kota Yunani dan mencoba mereproduksi lembaga-lembaga Yunani,
disertai upaya pemerintahan sendiri. Berangsung-angsur ketika kawasan yang ia
taklukkan kian meluas, ia memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran
secara daman antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar, hal ini dapat mengacu pada
beberapa faktor, diantaranta:
a.
Pasukan Aleksander tidak terlampau besar
jumlahnya, tidak mungkin selamanya mempertahankan kekuasaan imperium yang
sangat luas itu dengan jalan kekerasan, melainkan dalam waktu panjang, akan tergantung
pada kerukunan dengan rakyat yang ditaklukkan.
b.
Bangsa Timur tidak terbiasa dengan pemerintahan
apapun kecuali pemerintahan oleh seorang dewa-raja, yang oleh Aleksander
dirasakan tepat untuk dibawakannya sendiri.
Pemerintahan
Aleksander menerima orang-orang Makedonia sebagai panglima pasukannya, bahkan
memberikan sebutan “sahabat” untuk mereka. Para “sahabat” ini yang kemudian
memberikan masukan saran dan kritik dan mengambil andil yang “berpengaruh”
dalam pemerintahan Aleksander. Mereka yang memaksa Aleksander untuk lebih baik
kembali setelah menaklukkan kawasan sungai Indus dan bukan meneruskan
perjalanan untuk menaklukkan kawasan sungai Gangga.
Bangsa timur
lebih suka berdamai, asalkan keyakinan religius mereka dihargai. Hal ini
tidaklah sulit bagi Aleksander yang kemudian menyatakan dirinya adalah putra
dewa. Perjalanan karier Aleksander sangatlah menakjubkan sehingga mungkin saja
ia beranggapan bahwa asal-ususlnya yang ajaib itulah penjelasan terbaik atas
keberhasilannya yang luar biasa.
Anggapan bahwa
bangsa Yunani adalah bangsa yang lebih unggul derajatnya daripada bangsa Barbar
pernah diungkapkan pada sebuah ungkapan pandangan umum yang menyatakan ras
utara bersemangat, ras selatan beradab, namaun hanya bangda Yunananilah yang
penuh semangat sekaligus beradab. Plato dan Aristoletes berpendapat bahwa tidak
selayaknya bangsa Yunani dijadikan budak, namun mereka tidak berpendapat
demikian mengenai bangsa Barbar.
Aleksander
yang tidak sepenuhnya bangsa Yunani mencoba meruntuhkan sikap superioritas ini.
Ia sendiri mengawini dua putri barbar, dan ia memaksa para pengikutnya untuk
menikahi kaum perempuan Persia. Banyak terjadi perkawinan silang antara pasukan
yang dibawa Aleksander yang kemudian menikahi kaum perempuan pribumi. Dampak
dari kebijakan ini adalah timbulnya konsepsi tentang umat manusia sebagai suatu
keseluruhan di dalam pemikiran orang-orang terpelajar. Sikap inipun menciptakan
hasil berupa hubungan timbal balik antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar.
Orang Barbar memetik sesuatu hal dari ilmu pengetahuan Yunani, sedangkan orang
Yunani mendapat banyak pelajaran dari takhayul bangsa Barbar. Peradaban Yunani,
setelah menjangkau wilayah lebih luas, menjadi tidak sepenuhnya Yunani.
Pembauran serta penerimaan budaya yang berbeda, namun masih Yunani (mengadopsi
budaya Yunani) inilah yang dikenal dengan Helenisme, sebuah paham “keYunanian”
yang menerima bangsa lain dalam kehidupan bermasyarakatnya dibawah pemerintahan
Aleksander.
C. Perkembangan dalam Dunia Filsafat
Dalam bidang
ilmu pengetahuan dan matematika, karya-karya yang lahir selama periode ini
merupakan karya terbaik yang pernah dicapai bangsa Yunani, untuk bidang
filsafat terjadi perubahan “sudut pandang”, filsafat yang semula bersifat
teoritis menjadi filsafat yang praktis, dimana filsafat menjadi suatu seni
hidup orang bijak. Orang bijak adalah orang yang hidupnya menurut akal dan
rasionya.
Kemunculan
filsafat pada periode ini dapat dibedakan menjadi dua aliran, yang pertama bersifat etis yaitu Epikuros dan
Stoa, kedua filsafat yang diwarnai
agama diantaranya Neopythagoris, Filsafat Platonis Tengah, Filsafat Yahudi, dan
Neoplatonisme.
1. Epikurisme (341 – 271 SM)
Epikuros (
341-270 ) berasal dari pulau samos dan mendirikan sekolah filsafat baru di
Athena. Ia menghidupkan kembali atomisme Demokritos. Menurut pendapat Epikuros,
segala- galanya terdiri dari atom- atom yang senantiasa bergerak dan secara
kebetulan tubrukan yang satu dengan yang lain. Manusia hidup bahagia jika ia
mengakui susunan dunia ini dan tidak ditakutkan oleh dewa- dewa atau apa pun
juga. Dewa- dewa tidak mempengaruhi dunia . Lagipula, agar dapat hidup bahagia
manusia mesti menggunakan kehendak bebas dengan mencari kesenangan sedapat
mungkin. Tetapi terlalu banyak kesenangan sedapat mungkin . Tetapi terlalu
banyak kesenangan akan menggelisahkan batin manusia. Orang bijaksana tahu
membatasi diri dan terutama mencari kesenangan rohani supaya keadaan batin
tetap tenang.
2. Stoisisme (336 – 264 SM)
Mazhab Stoa
didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition sekitar tahun 300 SM. Nama Stoa
menunjuk kepada serambi bertiang , tempat Zeno memberikan pelajaran. Menurut
Stoitisme, jagat raya dari dalam sama sekali ditentukan oleh suatu kuasa yang
disebut ” Logos” itu. Berdasarkan rasionya , manusia sanggup mengenal orde
universal dalam jagat raya. Ia akan hidup bijaksana dan bahagia, asal saja ia
bertindak menurut rasionya. Jika memang demikian ia akan menguasai nafsu-
nafsunya dan mengendalikan diri secara sempurna , supaya dengan penuh
keinsyafan ia menaklukan diri pada hukum- hukum alam. Seorang yang hidup
menurut prinsip- prinsip stoisisme, sama sekali tidak mempedulikan kematian dan
segala malapetaka lain, karena insyaf bahwa semua itu akan terjadi menurut
keharusan mutlak. Sudah nyata kiranya bahwa etika stoisisme ini betul- betul
bersifat kejam dan menuntut watak yang sungguh- sungguh kuat.
Mungkin karena
cocok dengan tabiat Romawi yang bersifat agak pragmatis, di kemudian hari
stoisisme mengalami sukses besar dalam kekaisaran Romawi . Dua orang Roma yang
terkenal sebagai pengikut mazhab Stoa ialah Seneca (2-65 ) dan kaisar Marcus
Aurelius ( 121- 180 ).
3. Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan Neo
Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik
kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah mula-mula
ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun masehi. Ajaran
itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk mendidik
perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan dalam
perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak itu
makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan
perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan manusia
digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang
sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan,
yang bernoda ialah manusia.
Menurut
mereka, Tuhan sendiri tidak membuat bumi ini. sebab apabila Tuhan membuat bumi
ini, berarti ia mempergunakan barang yang bernoda sebagai bahannya. Dunia ini
dibuat oleh pembantunya, yaitu Demiourgos. Kaum ini percaya bahwa jiwa ini akan
hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun.
Kepercayaan inilah yang menjadi pangkal ajaran mereka tentang inkarnasi.
4. Eklektisisme (Filsafat Yahudi)
Dengan
Eklektisisme bukanlah suatu Mazhab atau aliran melainkan suatu tendensi umum
yang memetik berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil
mencapai kesatuan pemikiran yang sungguh-sungguh . Salah seorang warga Roma
yang biasanya digolongkan dalam elektisisme adalah negarawan dan ahli berpidato
tersohor yang bernama Cicero ( 106-43 ). Di Alexandria hidup seorang pemikir
Yahudi yang barangkali boleh juga terhitung dalam tendensi ini namanya Philo
(25 SM- 50M). Ia berusaha mendamaikan agama Yahudi dengan filsafat Yunani,
khususnya Plato.
5. Neoplatonisme
Pucak terakhir
dalam sejarah filsafat Yunani adalah ajaran yang disebut ”neoplatonisme”.
Sebagaimana namanya sudah menyatakan itu, aliran ini bermaksud menghidupkan
kembali filsafat Plato. Tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut- pengikutnya
tidak dipengaruhi oleh filsuf- filsuf lain, seperti aristoteles misalnya dan
mazhab Stoa. Sebenarnya ajaran ini merupakan semacam sintesa dari semua aliran
filsafat sampai saat itu, dimana Plato diberi tempat istimewa.
Filsuf yang
menciptakan sintesa itu bernama Plotinos (203/4-269/70). Ia lahir di Mesir dan
pada umur 40 tahun ia tiba di Roma untuk mendirikan suatu sekolah filsafat di
sana. Sesudah meninggalnya sekitar tahun 270 M karangan- karangan Plotinos
dikumpulkan dan diterbitkan oleh muridnya Porphyrios, dengan judul Enneadeis.
Seluruh sistem
filsafat Plotinos Berkisar pada konsep kesatuan. Atau dapat juga kita katakan
bahwa seluruh sistem filsafat Plotinos berkisar pada Allah sebab Allah
disebutnya dengan nama ”yang satu”.
D. Berakhirnya Masa Kejayaan Helenisme
Setelah
kematian Aleksander, ada upaya untuk mempertahankan kesatuan imperiumnya. Namun
terjadi perang saudara dalam pemerintahan setelahnya yang kemudian terpecah
menjadi dua, yakni dinasti Ptolemeus dan Scleucid (sebutan bagi dinasti
Seleucus) dimana keduanya tak mampu melanjutkan upaya Aleksander untuk
melakukan pembauran antara bangsa Yunani dan Barbar, dan mereka mendirikan tirani
militer yang pertama-tama dilandaskan pada kekuatan pasukan Makedonia yang
berada di pihaknya masing-masing, diperkuat oleh serdadu bayaran dari Yunani.
Beberapa
peninggalan yang dapat dilihat sesudah “keruntuhan” Helenisme diantaranya
adalah:
1.
Sebelum timbulnya masa Helenisme, fikiran
masyarakat Yunani hanya terbatas pada cerita-cerita agama yang dibawa oleh para
agamawan. Mereka hanya menelan mentah semua yang diajarkan oleh pendeta itu
tanpa memikirkan apakah itu benar atau tidak. Setelah masuk pada masa Helenisme
mulailah timbul pemikir/ filosof-filosof yang mempertanyakan hal itu. Mereka lalu
membagi hal yang bersifat ghaib dan yang bersifat rill. Namun sayangnya mereka
belum mampu mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu “siapakah yang awal?
2.
Mesopotamia, maupun wilayah Barat yang lebih
jauh, bahasa Yunani menjadi bahasa sastra dan kebudayaan, dan tetap demikian
sampai saatnya ditaklukkan oleh dunia Islam.
3.
Berdirinya kota Aleksandria sebagai keberhasilan
paling gemilang pada abad ke-3 SM yang menjadi pusat perkembangan matematika
dan tetap demikian hingga masa keruntuhan Romawi.
4.
Filsafat Yunani zaman Helenis telah mempengaruhi
perumusan teologi Kristen, dan bukan hanya filsafatnya tetapi juga
kesusastraan, seni rupa dan arsitektur Helenisme, serta telah memberikan
inspirasi, semenjak Renaisans, bagi kebudayaan Barat Modern.
Daftar Pustaka
Buku:
Alnold Toynbee. 2007. Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis, Kronologis, Naratif, dan
Komparatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bertrand Russell. 2004. Sejarah Pemikiran Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
K Bertens. 1993. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarya: Penerbit Kanisius
Internet:
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V