Episode Lung Anai Bag 2
Kalau kemaren kita sudah
berkenalan dengan desa budaya Lung Anai, maka pada kesempatan ini
sahabat blogger akan saya bawa masuk dan mengintip “daleman” Lamin adat yang
ada di desa ini, yuk..
Di desa budaya Lung Anai
sebenarnya memiliki dua buah lamin, namun yang akan saya perlihatkan
“daleman”nya ini adalah Lamin utama,
Karena Lamin kedua jarang
digunakan, dan ketika kami mengunjungi desa ini tidak sempat masuk dan menengok
ke dalam.
Yap, mari masuk ke Lamin Utama.
Ketika masuk ke Lamin, yang
pertama kita lihat adalah ukiran pada dinding di dalam Lamin, mirip dengan yang
ada di desa Pampang Samarinda sama-sama seperti ukiran “hutan”
dan ada seseorang pria berdiri di tengah-tengah, namun bedanya di desa ini masih menggunakan ukiran dua dimensi alias tidak timbul seperti yang ada pada Lamin di Desa Pampang,
dan ada seseorang pria berdiri di tengah-tengah, namun bedanya di desa ini masih menggunakan ukiran dua dimensi alias tidak timbul seperti yang ada pada Lamin di Desa Pampang,
kemiripan ukiran Lamin ini
kemungkinan karena memang penduduknya yang sama-sama dari suku dayak Kenyah. Ukiran seperti “hutan / semak
belukar” ini konon melambangkan persaudaraan suku dayak, dimanapun mereka
berada tetap memiliki darah persaudaraan, sedang ukiran seperti “mata”
melambangkan suku dayak yang mampu melihat dan memahami sifat ataupun niat
buruk orang / masyarakat baik masyarakat setempat maupun pendatang yang hendak
mencelakakan desa, sangat erat dengan hal yang berbau kepercayaan mistis namun
sangat diyakini.
Di dalam Lamin juga tersedia
beberapa perlengkapan pakaian adat, alat musik dan beberapa perlengkapan sound
system sebagai pendukung,
Pakaian adat ini bebas dipakai
oleh pengunjung tanpa dipungut biaya satu rupiah pun, tidak seperti yang ada di
desa Pampang, untuk memfoto anak-anaknya saja kita akan dikenakan biaya yang
bervariasi (mungkin tergantung negosiasi), disini memfoto gratis, memakai
pakaian adat gratis, untuk menghargainya kita hanya perlu meminta izin kepada
yang bersangkutan.
Alat musik disini diolah
menggunakan bahan kayu, bukan kuningan atau besi layaknya sebuah gamelan.
Dimainkan dengan cara dipukul, Selain itu juga ada gitar kecil yang tidak
sempat saya foto.
Tidak ketinggalan burung enggang
yang “terbang” di langit-langit lamin
Di sisi lain, terdapat wadah
mirip perahu kecil yang digunakan untuk menaruh hasil panen ketika diadakan
upacara hasil panen, wadah ini diturunkan terlebih dahulu sebelum diisi dengan
padi hasil panen masyarakat.
Masuk ke ruangan kedua Lamin,
yang saya uraikan di atas semuanya terdapat pada ruang utama Lamin, pada
ruangan kedua ini sebenarnya digunakan sebagai ruang makan dengan meja panjang,
di ujungnya menyambung pada dapur dan disisi lainnya terdapat toilet.
Di ruang makan ini juga terdapat
ukiran-ukiran
Dan juga terdapat ukiran yang
tidak kita jumpai di ruang utama, ukiran berbentuk topeng
Dan terakhir, bagi anda yang
kebelet pipis silahkan menuju ke toilet, silahkan mengantri dulu kalau banyak
yang memakainya ya.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V