Mengintip Lamin Adat Desa Lung Anai

Penulis Toto Gutomo, pada 29 Des 2011


Episode Lung Anai Bag 2

Kalau kemaren kita sudah berkenalan dengan desa budaya Lung Anai, maka pada kesempatan ini sahabat blogger akan saya bawa masuk dan mengintip “daleman” Lamin adat yang ada di desa ini, yuk..

Di desa budaya Lung Anai sebenarnya memiliki dua buah lamin, namun yang akan saya perlihatkan “daleman”nya ini adalah Lamin utama,

Karena Lamin kedua jarang digunakan, dan ketika kami mengunjungi desa ini tidak sempat masuk dan menengok ke dalam.
Setidaknya kami sempat melihat ukiran yang ada di dinding pada luar Lamin kedua ini.


Yap, mari masuk ke Lamin Utama.
Ketika masuk ke Lamin, yang pertama kita lihat adalah ukiran pada dinding di dalam Lamin, mirip dengan yang ada di desa Pampang Samarinda sama-sama seperti ukiran “hutan”


dan ada seseorang pria berdiri di tengah-tengah, namun bedanya di desa ini masih menggunakan ukiran dua dimensi alias tidak timbul seperti yang ada pada Lamin di Desa Pampang, 

kemiripan ukiran Lamin ini kemungkinan karena memang penduduknya yang sama-sama dari suku dayak Kenyah. Ukiran seperti “hutan / semak belukar” ini konon melambangkan persaudaraan suku dayak, dimanapun mereka berada tetap memiliki darah persaudaraan, sedang ukiran seperti “mata” melambangkan suku dayak yang mampu melihat dan memahami sifat ataupun niat buruk orang / masyarakat baik masyarakat setempat maupun pendatang yang hendak mencelakakan desa, sangat erat dengan hal yang berbau kepercayaan mistis namun sangat diyakini.

Di dalam Lamin juga tersedia beberapa perlengkapan pakaian adat, alat musik dan beberapa perlengkapan sound system sebagai pendukung,


Pakaian adat ini bebas dipakai oleh pengunjung tanpa dipungut biaya satu rupiah pun, tidak seperti yang ada di desa Pampang, untuk memfoto anak-anaknya saja kita akan dikenakan biaya yang bervariasi (mungkin tergantung negosiasi), disini memfoto gratis, memakai pakaian adat gratis, untuk menghargainya kita hanya perlu meminta izin kepada yang bersangkutan.
Alat musik disini diolah menggunakan bahan kayu, bukan kuningan atau besi layaknya sebuah gamelan. Dimainkan dengan cara dipukul, Selain itu juga ada gitar kecil yang tidak sempat saya foto.
Tidak ketinggalan burung enggang yang “terbang” di langit-langit lamin

Di sisi lain, terdapat wadah mirip perahu kecil yang digunakan untuk menaruh hasil panen ketika diadakan upacara hasil panen, wadah ini diturunkan terlebih dahulu sebelum diisi dengan padi hasil panen masyarakat.

Masuk ke ruangan kedua Lamin, yang saya uraikan di atas semuanya terdapat pada ruang utama Lamin, pada ruangan kedua ini sebenarnya digunakan sebagai ruang makan dengan meja panjang, di ujungnya menyambung pada dapur dan disisi lainnya terdapat toilet.

Di ruang makan ini juga terdapat ukiran-ukiran

Dan juga terdapat ukiran yang tidak kita jumpai di ruang utama, ukiran berbentuk topeng
ada ukiran seperti perisai juga

Dan terakhir, bagi anda yang kebelet pipis silahkan menuju ke toilet, silahkan mengantri dulu kalau banyak yang memakainya ya.



0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)

Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V