Tulisan asli (tanpa tersentuh editor) dari tulisan saya yang terbit di harian BPost 12 Desember 2011
Oleh : Toto Gutomo
Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (PJS)
Dua orang
lelaki mengaku berprofesi sebagai pilot dan guru. Saya tidak percaya. Lalu si
pilot mengeluarkan kartu pengenal dari perusahaan penerbangan. Tak mau kalah,
si guru juga mengeluarkan kartu pengenal dari sekolahnya. Karena saya masih
belum percaya juga, si pilot mengeluarkan kontrak kerjanya sebagai bukti bahwa
dia bekerja sebagai pilot. Sang guru juga mengeluarkan Kesepakatan Kerja
Bersama (KKB) antara dia dan sekolahnya. Tetapi saya masih belum percaya.
“Lalu, bukti apa lagi yang anda inginkan?” tanya sang pilot. “Buktikan dengan
kinerja Anda sebagai pilot, bukti yang bisa diukur ketika anda pertama kali
menjadi pilot sampai hari ini.
Tepatnya, tunjukkan bukti kinerja Anda sebagai pilot.” Jawab saya. Sang pilot mengeluarkan dokumen laporan penerbangan pertamanya yang berisi asal dan tujuan penerbangan, nomor pesawat, jumlah penumpang, kekuatan angin, kondisi peralatan penerbangan, dan lain-lain. Ketika dokumen itu dikeluarkan semua, dibutuhkan dua meja panjang untuk menampungnya. Saya langsung menjabat tangan sang pilot. “sekarang, saya percaya, Anda adalah seorang pilot”. Lalu bagaimana dengan sang guru?
Ternyata sang guru tidak mampu menunjukkan dokumen kinerja tersebut. Sang guru sempat mendebat bahwa dia sudah mengajar selama 15 tahun. Namun, tetap saja, dia tidak mampu menunjukkan bukti kinerja, yaitu laporan jam demi jam, hari demi hari, dan tahun demi tahun dia mengajar. Bukti apa yang bisa mengukur kualitas kerjanya selama 15 tahun mengajar? Sebenarnya, bukti kinerja seorang guru adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan.
Tepatnya, tunjukkan bukti kinerja Anda sebagai pilot.” Jawab saya. Sang pilot mengeluarkan dokumen laporan penerbangan pertamanya yang berisi asal dan tujuan penerbangan, nomor pesawat, jumlah penumpang, kekuatan angin, kondisi peralatan penerbangan, dan lain-lain. Ketika dokumen itu dikeluarkan semua, dibutuhkan dua meja panjang untuk menampungnya. Saya langsung menjabat tangan sang pilot. “sekarang, saya percaya, Anda adalah seorang pilot”. Lalu bagaimana dengan sang guru?
Ternyata sang guru tidak mampu menunjukkan dokumen kinerja tersebut. Sang guru sempat mendebat bahwa dia sudah mengajar selama 15 tahun. Namun, tetap saja, dia tidak mampu menunjukkan bukti kinerja, yaitu laporan jam demi jam, hari demi hari, dan tahun demi tahun dia mengajar. Bukti apa yang bisa mengukur kualitas kerjanya selama 15 tahun mengajar? Sebenarnya, bukti kinerja seorang guru adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau lesson plan.
Anekdot diatas
saya comot dari sebuah buku karya Munif Chatib yang paling saya
gandrungi dan berjudul “Gurunya Manusia”,
sebuah uraian fakta kecil yang dirangkum dengan sindiran kepada mereka yang
“merasa”. Pada kesempatan ini saya akan mencoba menampilkan apa yang hendak Pak
Munif sampaikan pada bukunya tersebut, serta membandingkannya dengan segelintir
fakta pengalaman yang saya dan teman-teman saya hadapi dilapangan. Sekali lagi
tidak ada maksud saya untuk menjadi guru (baca: menggurui), namun hanya
menguraikan beberapa konsep dan berbagi pengalaman di lapangan, hanya itu.
Sebagai sebuah
profesi, guru memiliki tuntutan bekerja secara profesional. Dalam artian
memiliki kualitas yang tahap pekerjaannya dapat diukur. Kedudukan RPP dalam
profesi guru sangat penting, mengingat hal ini sangat membantu dan sangat
menentukan kearahmana sih guru ini
mau berkembang?
Apa Itu RPP?
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) atau dikenal juga dengan lesson
plan, merupakan sebuah “coret-coretan” kreasi guru yang hendak mengajar di
suatu kelas, disini dituangkan identitas, isi, strategi, model, sumber, dan
tetek bengek lainnya yang mendukung dalam proses belajar mengajar yang hendak
dihadapi. Singkatnya, RPP adalah ancang-ancang ketika guru hendak “baluncat” ke kelas dan membagi ilmu kepada
siswa-siswanya. Kreativitasan guru dituntut dalam mengolah RPP mengingat setiap
kelas, bahkan setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Disini kesaktian
guru dalam menganalisa gaya belajar siswanya digunakan untuk meramu RPP
sedemikian rupa sehingga “hak mengajar di kelas” yang sangat penting dalam
proses belajar mengajar dapat diberikan siswanya dengan ikhlas.
Keengganan Guru
Tak bisa dipungkiri atau bahkan
telah menjadi rahasia umum (publik) bahwa kebanyakan guru setengah hati
“menggarap RPPnya” ketika kami melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan I (PPL
I) pada semester kemarin menghadapi kesulitan untuk menemukan koleksi RPP, boro-boro milih yang mana hendak di copy,
lha wong adanya cuma ini.
Motivasi dalam diri guru belum
ada, atau niat (kemauan) yang belum mantab untuk “menciptakan” benda yang
bernama RPP ini. Biasanya guru yang enggan karena kukuh pendiriannya pada
paradigma lama yang merasa tidak perlu membuat RPP, karena beranggapan bahwa
cara mengajar dari tahun ke tahun adalah sama, tak ada bedanya, toh hasilnya gitu-gitu juga. Padahal, dengan pengalaman yang dihadapi guru pada
setiap harinya (tidak perlu mencari kesana kemari) guru sudah mampu membuat
variasi RPP dengan berbagai strategi yang terinspirasi dari pengalamannya. Saya
pernah menemui kelas yang siswanya suka melempar gumpalan kertas, malah
memberikan inspirasi bagi saya memberikan mereka, “sekalian aja” belajar dengan
model Snowball Throwing dimana memang
terjadi aksi lempar-melempar antar berbagai kubu dalam kelas (siswa-siswa), seorang
teman menggunakan model Word Square
dan bercerita kepada saya bahwa model ini mampu “membangunkan” seorang anak
yang tertelungkup dikelas karena sakit bahkan menjadi semangat mengikuti
pembelajaran, sungguh memberikan inspirasi. Inspirasi memang dapat ditemukan
dimana saja, tinggal melihat kepekaan seorang guru dalam mengekspresikan pada RPPnya.
Selain itu kesetengahhatian juga
timbul dari pihak sekolah yang kurang memperhatikan RPP, padahal RPP adalah
ruh-nya pembelajaran dan pembelajaran adalah ruh-nya guru dan siswa. Jangan
sampai suasana kelas bak kuburan yang tak mempunyai ruh karena guru yang memang
mulai bosan mengajar karena hanya “begitu-begitu saja” setiap harinya, jangan
tanya bagaimana yang dirasakan siswa, setiap hari bertemu dengan beberapa guru
yang juga “begitu-begitu saja”, dalam hati beberapa siswa mungkin akan
mengatakan “Pak/Bu izinkan saya terlelap dalam rangkaian alunan pengantar
tidurmu”, ya mungkin saja, gurunya saja bisa bosan apalagi siswanya, maunya
sukses proses belajar mengajar malah sukses me-nina-bobo-kan siswa, piye iki?
Kegunaan Koleksi RPP (Lesson Plan)
Pak/Bu, koq pian beulah RPP gasan apa?, anu ding ae diminta kapala sakulah,
besok ada pengawas jar handak datang.
Sedikit “pandiran digetek”, mungkin hanya inilah kegunaan koleksi RPP
dimata guru konfensional, namun ditangan guru profesional, RPP membawa banyak
berkah, manfaat, dan kegunaan, antara lain:
1) rencana pengajaran secara otomatis tercatat dan dapat
diarsipkan, 2) arsip akan menjadi bekal guru ybs dan dapat digunakan dengan
penyempurnaan pada tahun ajaran berikutnya, 3) kualitas guru mengajar akan
terkontrol dan tercatat, 4) kualitas pembelajaran dikelas dapat terukur, 5)
guru mempunyai waktu perencanaan sbeuah topik pembelajaran tentang bagaimana
sebuah topik disampaikan dengan baik dan menarik, 6) kepala sekolah mengetahui
dengan jelas, mana guru yang aktif membuat RPP, dan dapat mengetahui jumlah RPP
yang dibuat guru (dikontrol), 7) guru dapat terus menyempurnakan kualitas RPP
masing-masing dari tahun ke tahun, 8) sekolah yang mempunyai koleksi RPP dapat
menjadikannya sebagai bahan pelatihan dan belajar untuk para guru baru,
sehingga dengan cepat para guru baru dapat mempelajari variasi RPP yang pernah
dibuat, 9) dapat dijadikan pelengkap dari silabus sekolah, 10) menjadi bahan
untuk kajian dan diskusi para untuk mengembangkan strategi mengajar, 11)
memudahkan pengawas dalam memeriksa RPP setiap guru. Waw! disini kita lihat ada
11 keuntungan membuat dan mengoleksi RPP, bukan hanya sebagai kertas yang akan
lusuk dan menjadi makanan rayap di tumpukan kertas-kertas pada meja guru.
Selain 11 keuntungan tadi, RPP juga bisa dijadikan dokumen
untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK), buku ajar (dapat menghasilkan royalti),
dan buku populer serta tidak menutup kemungkinan muncul kegunaan RPP yang
lainnya seiring berkembangnya kreativitas guru.
Bayangkan dipagi hari sebelum
pelajaran dimulai, beberapa guru di kantor berdiskusi kecil dan sharing tentang strategi mengajar dan
RPPnya, sungguh situasi yang Super Sekali! (meminjam istilah Pak Mario Teguh).
Buat anda yang mau melihat versi BPost silakan kunjungi:
http://banjarmasin.tribunnews.com/read/artikel/1970/1/1/159947/Guru-Berkawan-dengan-Lesson-Plan
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V