Mengapa Kau Menutup Mata (Surat Untuk Para Pendidik)

Penulis Toto Gutomo, pada 21 Mei 2011

Oleh: Toto Gutomo
Tulisan Saya yang terbit di BanjarmasinPost, 16 Mei 2011

Siang panas dan melelahkan menjadi sesuatu yang biasa dihadapi pelajar akhir-akhir ini sambil mencoba “menghabiskan” waktu menunggu jam belajar berakhir. Tak jarang mereka tertidur di dalam kelas.

Ada pendidik yang membiarkan saja hal ini terjadi, menegur, hingga memberikan hukuman, baik dalam bentuk hukuman yang mendidik maupun hukuman fisik yang tidak mendidik.

Biasanya, siswa tidak akan memalingkan perhatiannya kepada pendidik jika pendidik adalah sosok yang mereka takuti. Apa ini pembelajaran yang diinginkan?

Jika guru tak killer pasti kelas kacau, murid kurang konsentrasi, bicara sendiri, hingga tertidur karena terlalu bosan dengan gaya pendidik mengajar.

Sadarkah pendidik, kadangkala ketika mereka tidak dihiraukan saat proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak lain karena “kesalahan” metode dan model yang digunakan. Monoton, hingga membentuk kelas yang sangat membosankan.



Sebenarnya solusinya sudah lama ditemukan, metode dan model yang menyenangkan untuk pembelajaran sudah banyak dikenalkan dan digunakan sebagian pendidik dan dapat dipelajari dengan mudah.

Hingga pada akhirnya muncul konsep-konsep pembelajaran yang “diharapkan” mampu diaplikasikan para pendidik, sebut saja PAKEM (Pembelajaran Aktif Komunikatif Efektif dan Menyenangkan).


Teringat, sebuah statemen menyatakan bahwa ujung tombak pendidikan adalah guru (seorang pendidik) yang bagaimanapun kurikulum itu dirubah tidak akan berpengaruh jika sang pendidik tidak menyeimbangi kemampuannya dengan mengembangkan dirinya.

Pada kasus ini, pendidik sudah mengetahui solusi dari masalah yang dihadapinya, lalu kenapa hal ini terus terjadi berulang-ulang hingga berlanjut dari generasi ke generasi kebanyakan pendidik?

Jika alasannya adalah sulit merubah kebiasaan, mungkin bisa dengan melakukan pembiasaan bertahap “seperti air yang mampu melubangi batu”.

Kadangkala tak bisa dihindari bermunculan alasan dari pendidik untuk merubah metode dan model yang digunakan dengan berbagai latar belakangnya masing-masing.

Sangat sulit bagi mereka menurunkan sang primadona, metode ceramah bahkan yang paling sangat membosankan; mencatat/meresume buku yang semua peserta didik telah mempunyainya.

“Haduh bu, pak.. bosan kalau begini terus saya sekolah/kuliah”. Mungkin beginilah hati peserta didik menjerit.

Mengingat kegiatan belajar mengajar suatu proses penting dalam pendidikan di sekolah/kuliah, tak sepantasnya rasa bosan ini terus menghantui.

Tapi ya tadi, selalu ada tanda tanya besar kenapa sang pendidik tak mau menyelesaikan masalah yang solusinya sudah ada.

Tanpa bermaksud menasehati, apalagi menggurui, hanya sedikit uneg-uneg yang tak tersampaikan kepada pendidik negeri ini yang masih “enggan” untuk me-upgrade diri.

Pertama, ingatlah engkau berdiri di barisan depan pendidikan. Ilmu-ilmu yang disampaikan haruslah diterima dengan baik oleh peserta didik, dengan rasa senang tanpa ada paksaan, sehingga tujuan pendidikan memanusiakan manusia terasa sejuk dijalani.

Kedua, teruslah belajar (dengan nada meminta, bukan memerintah). Sering pendidik menasihati peserta didiknya untuk terus belajar namun pendidik sendiri “jalan di tempat”, tidak mau mengasah keterampilannya dalam mengajar.

Padahal banyak cara untuk belajar, mulai dari sharing teman sejawat, membaca dan berburu di internet.

Kalau terus jalan di tempat, piye iki...?

Ketiga, tanpa metode dan model yang pas dalam setiap penyampaian materi semua akan hangus diterpa angin yang lewat di kelas.

Dapat dikatakan percuma ilmu-ilmu yang pendidik kuasai jika cara penyampaian tidak mampu diterima peserta didik, atau hanya diterima sebagian.

Keempat, jangan malu dan putus asa untuk belajar, mungkin mirip dengan poin kedua, hanya saja lebih spesifik kepada pribadi dari pendidik.

Sering kali terdengar kalimat; sudah tua, sudah tidak bisa belajar yang ‘aneh-aneh’ lagi.. mengingat mengubah sang primadona ceramah menjadi metode dan model yang lain adalah sesuatu dianggap aneh.

Yakinlah wahai pendidik, kalian mampu jika kalian mau merubah diri, selanjutnya negeri ini akan berubah karenamu.

Kelima, sebuah permohonan yang sangat dari seorang peserta didik, sekaligus orang yang sedang mempelajari dunia pendidikan.

Memohon untuk menyisihkan sedikit dari gajinya untuk membeli buku.

Hingga pada akhirnya membawa peserta didik duduk dalam satu kelas dengan hati nyaman dan ikhlas menerima ‘wejangan” dari pendidik hingga jam belajar berakhir.

Selanjutnya hanya menunggu jawaban dari surat ini oleh para pendidik negeri ini, akankah engkau terus ‘begitu’?

(Penulis, Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)

Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V