Oleh: Toto Gutomo
Pendahuluan
Bertani
mungkin adalah suatu pekerjaan yang dianggap menjanjikan sejak dahulu kala
selain berdagang, selain itu bertani dianggap suatu pekerjaan yang mulia,
menyediakan bahan pangan untuk masyarakat sekitar bahkan hingga ranah
nasional/internasional. Dewasa ini bertani sudah tidak menjadi primadona, meski
masih ada sebagain penduduk yang menjalani pekerjaan ini, sebagian besar hanya
menjalaninya sebagai “sambilan”. Namun bagaimana dengan petani kecil yang
memiliki modal kecil, berpendidikan rendah, dan tidak punya pekerjaan lain?
Petani yang
memiliki modal kecil tidak jarang juga menjadi buruh pada lahan milik orang
lain atau menjadi buruh[1]. Petani karet
misalnya, yang hanya memiliki sedikit modal/sedikit lahan dan pohon karet tidak
sedikit yang menjadi buruh di kebun karet milik orang lain dengan sistem bagi
hasil. Bertani karet memang bukan satu hal yang sangat menjanjikan,
dibandingkan dengan batubara dan sawit, usaha ini masih dibawah kedua
“rivalnya”. Dapat dilihat dari data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel
pada Mei 2011 nilai ekspor batubara 3,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau
tertinggi, kemudian hasil lahan kelapa sawit 362 juta dolar AS dan karet alam
102 miliar dolar AS[2].
Peluang Petani Karet
Melesatnya
harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk
berbahan baku minyak bumi cenderung meningkat, seperti yang terjadi pada harga
produk karet sintetis. Dengan demikian, harga karet alam sebagai barang
substitusi juga terkatrol meningkat. Dalam 20 tahun mendatang diperkirakan
permintaan komoditi karet alam akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi negara China dan India sebagai konsumen terbesar karet
dunia[3].
Kabupaten Tapin Secara Topografis
Sebagian besar
(67,34%) wilayah Kabupaten Tapin berada pada ketinggian 0-7 meter dpal, sangat
sedikit (1,21%) yang berada pada ketinggian lebih dari 500 meter dpal, yakni di
kawasan hulu sungai Tapin dalam wilayah Kecamatan Piani. Sebagian besar wilayah
ini (83,55%) berada pada kelerengan 0-8% (kelas lereng datar), 5,14% lereng
landai, 6,84% agak curam, dan 4,48% tergolong curam sampai sangat curam. Dari
wilayah Timur (Kecamatan Piani) melewati kota Rantau (ibukota Kabupaten Tapin)
sampai ke wilayah Barat (Kecamatan Candi Laras Utara) mengalir sungai Tapin
sebagai sungai utama di Kabupaten Tapin.[4]
Buruh Karet di Binuang
Binuang adalah
sebuah kecamatan di Kabupaten Tapin sebagai salah satu kabupaten sebagai
sebaran petani karet di Kalsel.[5] Petani karet di
Binuang terdapat di bagian pedalaman (tidak terletak di pusat
keramaian/pemerintahan), namun lebih ke Desa-desa dan dikelola oleh masyarakat
baik penduduk asli (suku banjar) maupun pendatang (suku jawa). Menariknya
disini berlaku sistem bagi, yakni ada pemilik lahan dan ada buruh, namun dalam
pelaksanaannya terlihat suatu hubungan yang erat dalam kekeluargaannya, tidak
semata-mata hubungan kerjasama finansial.
Pada umumnya,
buruh karet diberi tawaran pekerjaan oleh pemilik lahan yang tidak lain adalah
tetangga dekatnya, namun letak kebun karetnya yang jauh dari lokasi penduduk,
disini terjadi sebuah perjanjian yang mengikat namun tidak ada “hitam di atas
putih”, semua didasari rasa saling percaya, menariknya lagi sistem pembagiannya
adalah 50:50 tidak ada cingcong yang
lain. Buruh karet menikmati hasil dengan jumlah yang sama, keuntungan yang
dibagi rata, bekerja dengan perhatian layaknya keluarga, hal ini dapat dilihat
dengan adanya kontrol perhatian dari pemilik lahan yang datang ke lokasi,
bahkan membantu secara langsung dengan tenaga pada saat panen.
Menghadapi Masalah Bersama
Tidak pernah
ditemukan hama yang menyerang kebun karet di Binuang, jarang juga ditemukan
kebakaran lahan kebun karet di Binuang, namun ada beberapa ancaman yang
mengancam petani juga buruh karet disini, hanya ditemukan dua ancaman yang
sangat meresahkan petani dan buruh karet, antara lain Pencurian dan Turunnya
harga karet, berikut adalah bentuk tindak lanjut ketika telah terjadi
ancaman-ancaman yang tidak diharapkan:
1.
Pencurian[6]
Pencurian lum[7] makin
marak terjadi di Binuang, mengingat
nilai jualnya yang tinggi lum juga bisa digolongkan sebagai barang
berharga yang tidak luput dari pencurian. Menjualnya juga sangat mudah,
mengingat sebagaian besar penduduk sekitar juga memiliki pekerjaan sebagai
petani karet menjadikan “alibi” pencuri dan lum pun dapat terjual cepat.
Pencurian dapat dihindari dengan
dijaga, biasanya penjaga kebun adalah buruh, namun tidak menutup kemungkinan
pemilik lahan juga bergantian menjaga kebunnya. Ketika pencurian telah terjadi,
buruh tidak dituntut apa-apa namun kerugian terasa pada keringat buruh yang
keluar pada saat menyadap karet yang hasilnya telah dicuri.
2.
Harga Terjuan Bebas[8]
Seperti layaknya sebuah permainan
ekonomi, bertani karet juga bisa mengalami pasang surut dengan naik-turunnya
harga jual karet, suatu saat harga karet melambung hingga diatas 15.000 namun
ada saatnya harga karet akan jatuh seperti “terjun bebas” hingga mencapai
kisaran 4.000. Saat harga terjun bebas ini adalah seperti menghadapi “dilema
yang begitu komplek” oleh buruh petani karet, satu sisi ini adalah pekerjaan
utama, namun disisi lain penghasilan tidak mencukupi bagi keluarga yang
mengandalkan penghasilan dari hasil menjadi buruh petani karet.
Gambar Salah Seorang Buruh Karet di Binuang
[1]
Pada masyarakat Binuang ada istilah “meambil
upah” yang penulis sejajarkan dengan menjadi buruh pada suatu lahan milik
orang lain
[2] Dirujuk
dari http://www.kalselprov.go.id pada
28 Juli 2011
[3] Dirujuk
dari http://www.bi.go.id/ pada 28 Juli 2011
[4] Dirujuk
dari http://www.tapinkab.go.id pada 28
Juli 2011
[5] Di
Kalsel, petani karet terdapat di tujuh kabupaten, yakni Tabalong, Tapin, Hulu
Sungai Tengah (HST), Hulu Sungai Selatan (HSS), Balangan, Banjar, dan Tanahlaut
(Tala). http://banjarmasin.tribunnews.com/
pada 28 Juli 2011
[6]
Oleh penduduk setempat dikenal dengan sebutan “maling lum” yang artinya pencuri karet yang telah di sadap/ diturih,
biasanya pencuri beroperasi pada malam hari/ pada saat ditinggal oleh
petani/buruh petani karet dan ditemui telah habis keesokan harinya.
[7]
Lum adalah adalah karet yang telah
disadap, disimpan dalam mangkuk kecil sebagai wadah kucuran getah pohon karet
yang keluar, kemudian diberi cuka getah / pupukTSP.
[8]
Harga terjun bebas ini terjadi karena kondisi pasar yang lesu, idealnya
permintaan akan bahan mentah karet akan terus meningkat namun ada kalanya akan
terjadi penurunan permintaan, misalnya pada saat Tsunami Jepang yang baru-baru
ini terjadi mempengaruhi harga karet dan mengalami penurunan hingga pada kisaran
4.000, bisa saja alasan ini merupakan “akal-akalan” dari oknum yang ingin
mengambil keuntungan dari isu yang berkembang dalam masyarakat yang melogikakan
bahwa dengan adanya Tsunami di Jepang maka permintaan akan karet menurun
drastis, karena Jepang merupakan negara Importir karet.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V