Rumah Lantingku Sayang

Penulis Toto Gutomo, pada 17 Apr 2009


Kebudayaan banjar sangat beragam, yang mendominasi diantaranya adalah kebudayaan air (sungai), karena memang tidak jauh dengan julukan Banjarmasin, yakni kota seribu sungai. Kebudayaan-kebudayaan tersebut diantaranya adalah pasar terapung yang terkenal hinga ke mancanegara, jukung sebagai transportasi antar pulau, dan juga diaplikasikan dalam bentuk tempat tinggal yakni lanting, si rumah mengapung.
Lanting termasuk dari sekian banyak rumah adat banjar, setidaknya ada 11 jenis rumah adat banjar seperti yang tercantum dalam buku yang memuat tentang jenis-jenis rumah banjar (lupa buku n pengarangnya :D). Konstruksi bangunan yang sederhana menjadikan rumah lanting mudah untuk dibangun, memiliki ciri-ciri khas diantaranya mengapung dipingir sungai dengan tumpuan kayu gelonggongan, yang umumnya terbuat dari ulin (Eusideroxylon Zwageri) beratapkan daun rumbia (Metroxy Lon Sagu) berbentuk pelana yang seiring perkembangan zaman telah disulap menjadi seng. Konon rumah lanting sudah memenuhi kriteria sebagi benda cagar budaya sesuai dengan Pasal yang tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya sekaligus menjabat sebagai rumah adat banjar tertua (berita China dinasti Ming yang menyebutkan bahwa di banjar terdapat bangunan rumah mengapung dipinggiran sungai yang sama dengan yang terdapat di Palembang, disana disebut rumah rakit sekitar Abad 16). Upaya-upaya pemerintah sudah ada sejak dahulu. Hal ini dapat dilihat dari bangunan-bangunan yang didirikan oleh pemerintah, sebut saja Gedung Sultan Suriansyah atau yang akrab disebut gedung SUSU, Gedung Mahligai Pancasila, Gedung Perpustakaan Daerah dan masih banyak lagi. Kita juga bisa menjumpai miniatur-miniatur rumah adat banjar di beberapa perpustakaan seperti yang ada di perpustakaan Lambung Mangkurat. Tapi pelestarian ini tidak dirasakan oleh Rumah Lanting, jumlahnya yang semakin sedikit konon malah “pengen” digusur, padahal jelas dalam undang-undang tentang benda cagar budaya (tercantum diatas) rumah ini harus dilestarikan.
Andai saja kita semua memiliki langkah yang lebih WAH dalam melestarikan rumah-rumah adat banjar, bisa dengan sosialisasi-sosialisasi, terlebih dengan mengadakan pameran rumah-rumah adat banjar.
Rumah lanting seakan telah redup pamornya, tidak seperti dulu yang jumlahnya sangat banyak dan mudah dijumpai disepanjang sungai martapura dan sungai barito. Rumah lanting yang memiliki kesan “semrawut” dan kumuh. Tetapi apa dengan alasan seperti itu kita akan meninggalkannya? Menggusurnya? Atau memilih pilihan yang berlawanan, yakni melestarikannya. Andaisaja kita mampu membuat perumahan seperti komplek perumahan lanting yang tertata rapi, dikelola bersama, dibangun dengan sedikit sentuhan modernisasi. Pasti akan menjadi objek wisata yang sangat luar biasa, menjadikan omzet yang sangat menarik.
Selanjutnya tinggal pilihan kita bersama, apa yang akan kita lakukan dengan rumah lanting peninggalan budaya banjar ini, berusaha “membuat kakek-nenek kita bangga mengijinkan anak-cucu kita dapat melihatnya”. Bersama melestarikan budaya kita.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)

Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V