Ujian
Nasional (UN) sebagai sesuatu yang sering dianggap sebagai sebuah ancaman (thread) memaksa orang-orang yang
terlibat dalam dunia pendidikan mempersiapkannya, khususnya mereka yang
terlibat secara langsung. Pihak sekolah, guru, siswa, dan orang tua, merekalah
yang berada pada lingkaran terdekat dengan pelaksanaan UN. Setiap orang mengharapkan
hasil UN yang tinggi dan melaksanakan kiat-kiat untuk bisa meningkatkan (dan
mendongkrak) hasil UN. Sebut saja les di sekolah yang sudah dilaksanakan pihak
sekolah, dan les-les lain yang diadakan pihak ketiga dari les kelas hingga les
privat. Disisi lain ada juga yang “mungkin” akan mendongkrak hasil UN dengan
jalan yang “tidak halal” seperti membeli bocoran dari berbagai pihak, atau yang
lebih parah lagi pihak sekolah (guru) yang menyediakan bocorannya.
Salah
satu kiat “halal” yang ingin saya tawarkan pada kesempatan ini adalah membaca bebas. Membaca bebas, adalah sebuah
kegiatan yang dianggap asing bahkan belum dikenalkan dibeberapa sekolah kita.
Bapak Muhammad Idris, seorang pendidik dan “pecinta pendidikan” di kota
Banjarmasin membagikan ceritanya dalam diskusi kecil dengan saya beberapa waktu
lalu pada situs jejaring sosial facebook.
“Kemampuan
memahami teks bahasa Indonesia yang rendah selama ini menjadi salah satu faktor
yang membuat hasil UN siswa rendah”, itulah hipotesa yang beliau ajukan kepada
saya. Sebagai contoh, sebuah soal matapelajaran matematika disajikan dalam dua
jenis, yang pertama adalah soal yang dipenuhi dengan angka dan rumus, dan
satunya lagi adalah soal cerita. Selanjutnya beliau menemukan hasil, bahwa
siswa cenderung kesulitan menjawab soal cerita daripada soal dengan angka-angka
dan rumus, disini beliau melihat adanya keterkaitan antara kemampuan memahami teks
Bahasa Indonesia dengan hasil UN.
Apa itu membaca bebas?
Membaca
bebas adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah, lebih
rinci,
sekolah menyediakan waktu sekitar 1 jam bagi siswanya untuk membaca buku, buku
apasaja (yang berbahasa Indonesia)
yang disukai siswa dan tersedia di perpustakaan sekolah.
Tempat membaca pun tidak ditentukan, di kelas, di perpustakaan, dll, yang penting masih
di lingkungan
sekolah selama itu mendukug
kegiatan membaca.
Dengan
membaca, siswa akan terbiasa dengan Bahasa Indonesia, khususnya Bahasa Indonesia
dalam teks, hingga menumbuhkan suatu pemahaman teks Bahasa Indonesia dan
diharapkan siswa akan mampu memahami soal-soal UN nanti dengan baik. Kalau
soalnya aja salah persepsi (karena kurang pemahaman teks Bahasa Indonesia)
bagaimana mau menjawab dengan baik dan benar?
Bapak
Muhammad Idris sedang “getol” menyuarakan kepada para kepala sekolah khususnya
tingkat SMP di Banjarmasin agar mengadakan kegiatan membaca bebas ini, dan jika
semua sekolah pada tiap satuan
pendidikan menyelenggarakannya, bukan tidak mungkin kan akan
meningkatnya hasil UN? Insya Allah. Bahkan beliau bercerita bahwa sampai ada
pustakawan yang menangis (mungkin karena terkejut, kagum, atau terharu) melihat
perpustakaannya yang biasa bak kuburan kini menjadi ramai seperti layaknya
sebuah mall.
Keuntungan Membaca Bebas
Membaca bebas sebagai sebuah tawaran kiat
meningkatkan hasil UN tentu memberikan sebuah kentungan tersendiri, selain
keuntungan tersebut kegiatan ini juga memberikan beberapa keuntungan lain,
antara lain: 1) memenuhi perintah agama,
sebagai umat Islam perintah Allah SWT yang pertama diturunkan dalam ayat
Al-Quran adalah membaca, dapat dilihat pada ayat “Iqra”, 2) meningkatkan minat
baca, “buku adalah jendela dunia”
itulah sebuah pepatah yang sering kita dengar, membaca buku dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan seorang siswa, 3) kegiatan
membaca menyenangkan, dengan membaca bebas siswa diberikan kebebasan untuk
memilih buku yang hendak dibacanya, sebuah “kesenangan” tersendiri dapat
membaca bacaan yang sesuai dengan minat siswa (dengan catatan koleksi buku
sekolah memadai), begitu juga dengan kebebasan yang diberikan dalam memilih
tempat membaca. Seperti konsep Quantum
Learning yang ditawarkan oleh Bobbi de Potter.
Namun membaca bebas juga memiliki kelemahan
atau kendala dalam penerapannya di sekolah, hal ini dapat dilihat dalam
berbagai aspek, pihak sekolah sebagai penentu kebijakan dan penyedia fasilitas,
guru dan pustakawan sebagai pelaksana, dan siswa selaku peserta kegiatan. 1) Pihak sekolah, dalam hal penentuan
kebijakan tidak semua kepala sekolah sadar akan pentingnya kegiatan membaca
bebas ini, begitu juga dalam fasilitas perpustakaan yang belum maksimal baik
fisik bangunan hingga koleksi buku yang “minim”, silahkan lihat bangunan (luas,
fasilitas, dll) ruang perpustakaan disekolah dan mari hitung rasio jumlah buku
dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada dalam satu sekolah, 2) Pihak
guru dan pustakawan, dalam pelaksanaannya guru bertindak sebagai pengarah
dan motivator agar siswa semangat membaca, guru yang kurang mengerti cenderung
cuek. Pustakawan disekolah masih bisa dijumpai dijabat oleh yang kurang
kompeten, bukan “cetakan asli” seorang pustakawan, kualifikasi akademik yang
tidak sesuai berpengaruh kepada kualitas seorang pustakawan, 3) siswa, malas membaca adalah “sihir”
sakti yang lengket pada otak siswa, harus ada kesadaran dalam diri siswa akan
pentingnya membaca.
Terakhir, pihak orang tua juga harus berperan
aktif membantu dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan membaca bebas di sekolah,
dengan bantuan moril mendukung pihak sekolah dan membimbing siswa di rumah
maupun materil dalam bentuk sumbangan uang ataupun dalam bentuk buku.
Yap!
Membaca, mari membaca. Terimakasih bapak Muhammad Idris (urang ganal), diskusi dengan pian
(=anda) memberi inspirasi, semoga banyak sekolah mengekornya.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V