Dimulai dengan
ungkapan “no documen no history” yang
memang oleh beberapa ahli sudah dijatuhkan karena keberadaan sejarah lisan (oral history) yang dirasa cukup sebagai
bukti sejarah, namun dirasa kurang pas jika tidak menyertakan dokumen tertulis
yang dapat dipercaya. Heuristik atau tekhnik pengumpulan data secara selektif
diharapkan mampu menghimpun data-data yang akurat, khususnya dalam
dokumen-dokumen sejarah yang sifatnya sensitif dalam penafsiran (sangat
subjektif).
Dalam kasus
jogja banyak sekali dokumen yang muncul, dapat berupa artikel, opini, hingga
buku. Pada kesempanan ini kami akan menyajikan dokumen hasil pengumpulan data
kelompok yang diambil dari harian kompas (koran kompas) dari edisi 1 Desember
hingga 23 Desember, hal ini karena keterbatasan koleksi harian kompas yang kami
miliki (temui).
Keistimewaan
Jogja jika tidak disikapi dengan bijak maka akan rentan akan perpecahan bangsa,
menengok pada sejarah merupakan sesuatu yang harus dilakukan uintuk menentukan
sikap yang bijak, perundingan dengan
pikiran dan hati tenang adalah suatu tuntutan hingga pada akhirnya
ditemukan suatu hasil akhir yang tidak merugikan pihak “Jogja” dengan
pendukungnya maupun pemerintah. Pelik dalam perdebatan yang panjang merupakan
pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengambil sikap yang tegas namun bijak
dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya.
Jika dilihat
secara praktis hal ini hanya merupakan kesalahpahaman, membuktikan adanya
kelemahan kesadaran terhadap sejarah bangsa Indonesia, posisi Jogja yang
mendapatkan kedudukan yang istimewa adalah hak Jogja, dalam pelaksanaannya
Jogja tetap merupakan bagian dan patuh pada pemerintahan RI.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar sahabat blogger sangat berguna bagi perkembangan artikel (post) pada blog ini :)
Gunakan kotak komentar atas untuk pengguna Facebook dan Gunakan kotak komentar bawah untuk blogger ^^V