Tidak jarang
terdengar siswa yang berkata kasar pada sekolah-sekolah kita, sejak usia SD
hingga SMA/sederajat. Sering pula terlihat ditelevisi tawuran antar pelajar dan
kenakalan-kenakalan remaja usia sekolah lainnya, yang kesemuanya merupakan
contoh nyata dari kurangnya keterampilan sosial siswa.
Keterampilan
sosial dapat diartikan sebagai suatu kompetensi yang diperlukan agar seseorang
mampu hidup selaras, meminimalisir tanggapan-tanggapan negatif dan berusaha
menimbulkan tanggapan positif dari masyarakat sekitar. Beberapa aspek umum yang
terdapat pada keterampilan sosial antara lain: 1) hubungan dengan teman sebaya,
2) manajemen diri, 3) kemampuan akademis, 4) kepatuhan terhadap peraturan, dan
5) menempatkan diri pada posisi yang tepat.
Sekolah
Menengah Kejuruan atau yang akrab disingkat dengan SMK adalah suatu lembaga
pendidikan tingkat menengah dimana peserta didik (siswa) sebagai input, dididik dan dilatih agar memiliki
keterampilan dan mampu memenuhi tuntutan zaman serta bersaing dalam dunia
kerja. Untuk mampu bersaing dan hidup dengan selaras dalam dunia kerja, siswa
tidak hanya dibekali dengan kemampuan akademik, diharapkan seluruh siswa
memiliki keterampilan sosial yang tinggi.
Pada siswa
SMK, diharapkan output yang
dihasilkan melalui penanaman keterampilan sosial adalah mampu mengembangkan dan
menyesuaikan diri dengan masyarakat dunia kerja, dimana mayoritas memiliki usia
yang jauh lebih dewasa dibandingkan dengan mereka, begitulah hasil diskusi
kecil saya dengan bapak H. Widaryanto, S.Pd selaku pengawas guru IPS pada Dinas
Pendidikan Kabupaten Tapin.
Peran
keterampilan sosial yang sangat penting ini sudah sepantasnya mendapatkan
perhatian khusus pihak sekolah selaku penyelenggara pendidikan. Keterampilan sosial harus diajarkan dan
dilatih, diprogramkan dalam pembelajaran berbasis keterampilan sosial di
kelas-kelas oleh guru. Pembelajaran keterampilan sosial pada sekolah dapat
dilaksanakan melalui: 1) penerapan dan penegakan peraturan, 2) contoh teladan (modelling) dari guru, 3) penganjuran
sikap positif berupa nasihat dan teguran, dan 4) pembelajaran keterampilan
sosial di kelas secara langsung. Poin 1 hingga 3 diatas sudah diterapkan pada
sekolah-sekolah kebanyakan karena memang fungsi sekolah sebagai lembaga
pendidikan, namun masih dapat dijumpai sekolah yang masih melaksanakannya
dengan porsi sedikit / tidak serius dalam membentuk keterampilan sosial siswa.
Pada
pembelajaran keterampilan sosial di kelas secara langsung diharapkan guru mampu
memprogram pembelajaran berbasis keterampilan sosial, yakni melaksanakan
pendekatan student centered approach
(pembelajaran berpusat pada siswa) dengan porsi besar, sehingga melibatkan
siswa secara aktif pada proses pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran
bervariasi, misalnya ceramah bervariasi, diskusi, dan tanya jawab. Penggunaan
model-model pembelajaran kooperatif yang menuntut kerjasama antar siswa pada
proses pembelajaran di kelas serta pelaksanaannya berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) yang mengedepankan pengalaman
belajar siswa secara langsung sangat sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran
berbasis keterampilan sosial.
Sumber belajar
diharapkan dipilih oleh guru dari isu-isu sosial serta lingkungan sekitar
siswa, sehingga siswa mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah-masalah
sosial yang muncul. Terakhir, evaluasi hasil pembelajaran keterampilan sosial
dapat dilihat dengan melaksanakan observasi maupun teknik ceklis oleh guru
secara langsung.
Faktanya,
hasil temuan penelitian saya pada salah satu SMK di Kabupaten Tapin terlihat
bahwa guru sangat memahami apa yang dimaksud dengan keterampilan sosial serta
arti pentingnya bagi kehidupan siswa sekarang, maupun kelak pada dunia kerja.
Namun, dalam pelaksanaan pembelajaran jauh sekali dari harapan dalam membentuk
keterampilan sosial siswa, sebatas pembelajaran konvensional dimana
mementingkan tuntasnya materi, didominasi dengan metode ceramah, yang miskin
metode dan model pembelajaran yang bervariasi. Bukan sebuah temuan yang menghebohkan,
karena bisa dibilang bahwa pembelajaran pada sekolah kebanyakan memang belum
memperhatikan aspek keterampilan sosial, anggap saja sebagai sebuah gambaran
umum. Pembelajaran berbasis keterampilan dapat dikatakan sebagai sebuah wacana
baru yang patut mendapatkan perhatian serius pihak sekolah, khususnya pada SMK.
Pada
pelaksanaan, pengawasan, dan penilaiannya orang tua, kepala sekolah dan guru
merumuskan melalui rapat/diskusi bersama mengenai aspek keterampilan sosial
mana yang hendak ditanamkan dengan porsi besar. Kemudian kepala sekolah
memfasilitasi guru dengan pengadaan media, sumber belajar, dll serta membantu
dalam pengawasan. Orang tua melaksanakan tugasnya, mengawasi dan mendidik di
rumah. Kesemuanya dengan memperhatikan secara serius masalah-masalah sosial
aktual yang muncul, khususnya terkait pada diri remaja usia sekolah serta
tuntutan zaman dan dunia kerja.
Selanjutnya,
wacana hanya akan menjadi sebuah wacana yang akan basi dan terkubur atau bahkan
tersapu oleh angin yang lewat atau akan menjadi sebuah ide / gagasan cerdas
untuk diaplikasikan pada sekolah? Menunggu jawaban dari orang tua, guru, dan
kepala sekolah.. Akankah ada yang memulai pembelajaran berbasis keterampilan
sosial?
20.32 | 2
komentar | Selengkapnya